Minggu, 28 Februari 2016

HMI Cabang Jakarta Raya Tolonglah Jangan bikin Malu!

Sebenarnya saya sudah bisa memprediksi kalau-kalau ada aksi penolakan -terutama di sekitaran Jakarta- terhadap acara belokkiri.fest. saya sendiri sudah tahu perihal festival tersebut ketika main-main ke SMI dan resist book. Kira-kira sudah bisa ditebaklah ormas apa saja yang bakal menolaknya.


Tapi saya dibuat terusik, garuk-garuk kepala dan sedikit mual ketika ada aksi dari sekelompok kecil mahasiswa yang mengatasnamakan "HMI" di spanduknya, walaupun setelah ditelusuri sih ternyata HMI Cabang Jakarta Raya. Tambah pusing lagi setelah membaca pres realese -harusnya press release- yang disebarkan viral di berbagai media sosial. Saya tidak tahu apakah press release ini keluar setelah diadakan kaijan yang mendalam dan didiskusikan terlebih dahulu dengan seksama dan cermat, atau hanya dikerjaan satu orang -biasanya korlap- saja. Jelasnya tulisan dalam kertas tersebut lebih cocok jadi bungkus kacang rebus.

Pertama harus kita pahami dulu bahwa HMI itu menerapkan desentralisasi, sehingga setiap daerah, Cabang dan Komisariat otonom dalam menyikapi dan memandang sesuatu. Basis kampus dan daerah itu mempengaruhi. Jadi tolong jangan di generalisir.

banyak kerancuan logika berfikir yang ditunjukkan dalam teks press release tersebut, pertama, cara si penulis menghubung-hubungkan penyelenggaraan festival buku dan kesenian belokkiri.fest dengan PKI. Munculnya diksi-diksi orbais seperti 'diawasi', 'diwaspadai', 'melawan pemerintah', 'melawan negara' dan istilah 'komunisme gaya baru'. Semua istilah yang dulunya sering dipakai oleh orde baru untuk bertindak otoriter. Inilah setidaknya bukti dari hegemoni sejarah orde baru yang pernah ditulis oleh  Wijaya Herlambang (alm)  dalam bukunya 'kekerasan budaya pasca 1965 : Bagaimana orde baru melegitimasi anti-komunisme melalui sastra dan Film; 2013'. Hegemoni orde baru sukses membentuk pola fikir anti-komunisme dan hal-hal yang menjurus kearah situ melalui propaganda media dan budaya, sehingga secara alam bawah sadar telah terbentuk paradigma anti-komunisme tanpa difikirkan terlebih dahulu. Baca buku das capital pasti komunis, merah komunis, kiri komunis, land reform komunis, Membela kaum tani komunis. Begitulah kira-kira cara berfikir orde baru dan itu yang sampai saat ini masih jadi gaya berfikir aparat keamanan -dalam hal ini TNI-. Itu pula yang dipraktekan oleh HMI Cabang Jakarta Raya.

Kedua, belokiri.fest berisi pameran buku dan karya seni dan itu adalah forum keilmuan. Mereka menawarkan diskursus keilmuan untuk meluruskan kembali Sejarah yang sudah dibentuk lama oleh orde baru. Terlepas dari perdebatan sejarah, tidak dapat dipungkiri bahwa apa yang mayoritas bangsa ini pahami tentang gerakan kiri adalah hasil dari proses 'pencucian otak massal' oleh rezim orde baru. Apa yang dilakukan HMI Cabang Jakarta dalam hal ini justru semakin memperkuat keyakinan kami semua bahwa orde baru berhasil mematikan nalar kritis sebagian kecil mahasiswa.
Jikalau tidak setuju dengan substansi acaranya, berdebatlah di forum mereka, buatlah diskursus tandingan, lawan karya intelektual dengan karya intelektual juga, bukan dengan cara dibubarkan secara paksa, itu bukan cara intelektual. 
Aksi itu telah mencederai hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul dan menyatakan pendapat, bukankah HMI juga turut memperjuangkan demokratisasi?. Kemudian, Bukankah Cak Nur pernah bercerita dalam sejarah NDP bahwa aktivis HMI saat itu mengalahkan aktivis CGMI dalam berdebat bahkan di forum-forum yang mereka buat sendiri. NDP sendiri  juga lahir salah satunya karena terinspirasi dari buku-buku sosialis -kiri- buku karya Willy Eicher seorang ideolog partai sosialis demokrat Jerman, 'The Fundamental Values and Basic Demand Of Democratic Socialism', kedua terinspirasi juga dari bukunya Syahrir tentang ideologi sosialisme Indonesia yang judulnya 'perjuangan kita'.

Ketiga, independensi. Kalau memang betul HMI pasti sudah belajar apa itu independensi etis dan independensi organisatoris. Independen itu fitrah manusia untuk berpegang teguh kepada kebenaran (hanif) berdasarkan keyakinan yang dianutnya. Pandangan saya secara subjetif, aksi ini tidak jujur dan tidak independen. analisa sederhana saja, -ini berlaku untuk gesture-, dari redaksi dan teks press release yang banyak salah ketik dan dangkal secara substansi terlihat tidak dipersiapkan dengan matang. Selain itu merupakan faktor tidak tertulis. Singkat kata Jangan sampai gerakan mahasiswa membawa kepentingan selain dari kepentingan rakyat!

Negeri ini masih menganut demokrasi, ya kita bolehlah melakukan apa saja, tapi ingat kita dibatasi oleh norma dan Hak asasi orang lain.

Pikniklah ke Jogja,

Salam perjuangan, yakin usaha sampai!

Faizal Akbar –Ketua HMI Komisariat Fisipol UGM Cabang Bulaksumur Sleman-

Akun Official Line HMI Komisariat Fisipol UGM DISINI >>>
Dalam Catatannya : INI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar