Selasa, 01 Maret 2016

Bukannya Saya Tidak Bisa Bayar Rp200,- Tapi Mbok Yaa Melek?

Ayo Lawan Kedzaliman Penguasa Meski Hanya Dengan Menolak Bayar Kantong Keresek 200 Perak

Saya biasanya menunggu di motor, tapi barusan setelah menunggu satu menit, lalu menyusul istri masuk ke Alf*mart.


“Saya tidak mau bayar yang Rp 200 untuk kantong kereseknya Mbak!” ujar saya begitu membaca pengumuman di kassa sejak Ahad 21 Pebruari pembeli yang memakai kantok plastik dari Alf*mart diharuskan membayar Rp 200 untuk mengurangi sampah plastik.

“Itu sudah aturan dari pemerintahnya Pak...” ujar pelayan Alf*mart di kassa.
“Justru itu, saya tidak mau... pemerintah dzalim!” tegas saya.

“Lihat,” ujar saya sembari menenteng sabun cair pencuci piring MatahariLight yang saya sabet dari rak pajangan, “plastiknya tebal, butuh waktu ratusan tahun bagi tanah untuk mengurainya! Tapi mengapa kita malah harus bayar kantong keresek yang mudah diurai?”

Pembeli yang di kassa melihat saya sambil senyum, pelayan Alf*mart yang laki-laki menghampiri dan mendampingi pelayan perempuan. Pelayanan lainnya sambil mengelap kaca memandang ke kassa.

Mendengar saya berbicara dengan nada tinggi (nada tinggi itu versi istri ya, versi saya itu biasa saja, hee.. he..) di kassa, istri langsung menghampiri. Saya lalu merebut minyak goreng yang berbungkus plastik tebal yang dipegang istri, Sovia.

“Ini juga butuh ratusan tahun! Tapi kenapa kita yang malah disuruh mengurangi penggunaan kantong plastik! Bukannya perusahaan-perusahaan itu yang dilarang menggunakan kemasan plastik? Di kantong plastik Alf*mart kan ada tulisan go green, pertanda mudah diurai, mengapa penggunaannya harus dikurangi dengan harus membayar Rp 200,- bila tetap ingin memakainya tetapi... lihat, itu... Cola Coala, botolnya dari plastik, butuh waktu ratusan tahun untuk diurai!”

Lalu saya memegang mie instant yang disodorkan pembeli lain ke kassa yang hanya senyum-senyum saja melihat saya, “ini juga plastik, butuh waktu yang jauh lebih lama untuk diurai daripada kantong keresek go green!”

“Tapi ini sudah aturannya ya Pak,” ujar pelayan laki-laki.

“Justru itu, Mas lapor ke atasan Mas, saya tidak mau bayar, bukan saya tidak mampu, tapi saya tidak mau menaati kebijakan pemerintah yang dzalim itu! Kalau tetap harus bayar 200 saya tidak jadi belanjanya. Biar Alf*mart lapor juga ke pemerintah, rakyat tidak mau didzalimi terus!” tegas saya.

“Kalau berbicara lingkungan,” lanjut saya, “Mengapa lima anak perusahaan Sinar Mbak yang membakar hutan dibiarkan? Mengapa perusahaan-perusahaan minyak, minuman, sabun, dibiarkan menggunakan plastik tebal? Kenapa kita, rakyat ini, mau pakai plastik go green saja harus bayar Rp 200,-? Apa karena mereka yang membiayai kampanye pemilunya? Bukannya Saya Tidak Bisa Bayar Rp200,- Tapi Mbok Yaa Melek?

Sumber : FB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar